Kisah Lailatul Qomariah, Anak Tukang Becak Jadi Doktor Muda
Dilansir dari merdeka.com, pada Senin (8/6), Lailatul Qomariah berhasil melakukan penelitian di Jepang dan memperoleh IPK 4,00 dalam gelar doktornya di ITS Surabaya.
Meski berasal dari ekonomi rendah, tak pernah memupus semangat cita-citanya menjadi dosen. Dara yang sekarang diputar 28 tahun, berasal dari Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Pamekasan, Madura. Laila merupakan anak pertama dari pasangan Saningrat dan Rusmiati. Bukan hal mudah diterima oleh Laila saat dia masih duduk di bangku sekolah. Selain menjadi siswa di SMA favorit di kotanya, SMAN 1 Pamekasan.
Ejekan dan cibiran menjadi konsumsi sehari-hari Laila sejak kecil. Ayahnya yang berprofesi tukang becak dan dari keluarga miskin, menjadi bahan ejekan yang kerap dilontarkan. Saat menerima pesimis, dia butuh bangkit lagi. Laila harus membuktikan, meskipun oang tuanya miskin bukan berarti dia harus lemah.
Pernah merasa iri dengan teman-teman yang bisa memiliki motor dan fasilitas pendidikan yang mumpuni, dia berhasil menguatkan diri, yang berarti bukan penghalang cita-cita.
Selama masih duduk di bangku SMA, setiap tahun Laila mendapat peringkat nilai tertinggi di angkatannya. Hal ini menjadi salah satu tepisan melalui bukti nyata buat teman-teman yang sudah mengejeknya.
Selain setelah lulus di tahun 2011, Laila berhasil memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Setelah lulus S1 Fakultas Tekhnologi Industri, Laila kembali melanjutkan studi di program pascasarjana atau S2 di fakultas yang sama.
Tak tanggung-tanggung, torehan prestasi dan status kumlaude telah dibawa untuk mendapatkan beasiswa lagi.
Demi menggapai cita-cita untuk menjadi dosen, dia kembali mencari pasokan dana untuk bisa melanjutkan sekolah lagi. Meski menerima cibiran tetangga di kampung, karena usianya sudah berkepala dua tapi tak kunjung menikah, belum jadi penghalang.
Laila berhasil masuk dalam daftar penerima Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU). Memperoleh gelar ddoktor dari jurusan Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri ITS Surabaya.
S3, itu adalah sebuah negara di luar negeri. Dia menjadi satu-satunya mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa penelitian ini.
Laila banyak terlibat di negara Jepang selama 6 bulan dalam membahas strukturasi partikel silica. Mengenal lebih dalam tentang bentuk silika dengan semua manfaatnya yang bermacam-macam. Sepulangnya ke Indonesia, dia segera menyelesaikan penelitian yang diperolehnya di Jepang. Lulus dengan membawa nilai terbaik di angkatannya, sebagai doktor muda di usia 27 tahun dengan IPK 4,00.
Mengubah nasih keluarga menjadi salah satu prinsip utama Laila dalam mengemban pendidikan. Motivasinya, berusaha menjadi lebih baik untuk mengangkat derajat, dan juga martabat orang tua.
Sebagian besar yang berasal dari desa, yang notabene sebagian besar pemuda akan menikah usai lulus SMA. Dia tetap setuju ingin membalikkan keluarga yang dikenal miskin, menjadi sosok yang lebih menarik.
Segala perjuangan memang dimulai oleh Laila dari bawah. Memulai karir awal, dia harus menjadi asisten dosen terlebih dahulu di ITS. Dia sangat berharap bisa menjadi tulang punggung keluarga, terutama bagi adik-adiknya.
Selain bercita-cita menjadi pengajar di kampus ternama, Laila juga berharap bisa segera memberangkatkan ayah dan menjalankan ibadah umroh. Biarlah orang tua menikmati masa depan dengan melihat kesuksesan setiap pertarungan.
Meski berasal dari ekonomi rendah, tak pernah memupus semangat cita-citanya menjadi dosen. Dara yang sekarang diputar 28 tahun, berasal dari Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Pamekasan, Madura. Laila merupakan anak pertama dari pasangan Saningrat dan Rusmiati. Bukan hal mudah diterima oleh Laila saat dia masih duduk di bangku sekolah. Selain menjadi siswa di SMA favorit di kotanya, SMAN 1 Pamekasan.
Ejekan dan cibiran menjadi konsumsi sehari-hari Laila sejak kecil. Ayahnya yang berprofesi tukang becak dan dari keluarga miskin, menjadi bahan ejekan yang kerap dilontarkan. Saat menerima pesimis, dia butuh bangkit lagi. Laila harus membuktikan, meskipun oang tuanya miskin bukan berarti dia harus lemah.
Pernah merasa iri dengan teman-teman yang bisa memiliki motor dan fasilitas pendidikan yang mumpuni, dia berhasil menguatkan diri, yang berarti bukan penghalang cita-cita.
Selama masih duduk di bangku SMA, setiap tahun Laila mendapat peringkat nilai tertinggi di angkatannya. Hal ini menjadi salah satu tepisan melalui bukti nyata buat teman-teman yang sudah mengejeknya.
Selain setelah lulus di tahun 2011, Laila berhasil memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Setelah lulus S1 Fakultas Tekhnologi Industri, Laila kembali melanjutkan studi di program pascasarjana atau S2 di fakultas yang sama.
Tak tanggung-tanggung, torehan prestasi dan status kumlaude telah dibawa untuk mendapatkan beasiswa lagi.
Demi menggapai cita-cita untuk menjadi dosen, dia kembali mencari pasokan dana untuk bisa melanjutkan sekolah lagi. Meski menerima cibiran tetangga di kampung, karena usianya sudah berkepala dua tapi tak kunjung menikah, belum jadi penghalang.
Laila berhasil masuk dalam daftar penerima Program Magister Doktor Sarjana Unggul (PMDSU). Memperoleh gelar ddoktor dari jurusan Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri ITS Surabaya.
S3, itu adalah sebuah negara di luar negeri. Dia menjadi satu-satunya mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa penelitian ini.
Laila banyak terlibat di negara Jepang selama 6 bulan dalam membahas strukturasi partikel silica. Mengenal lebih dalam tentang bentuk silika dengan semua manfaatnya yang bermacam-macam. Sepulangnya ke Indonesia, dia segera menyelesaikan penelitian yang diperolehnya di Jepang. Lulus dengan membawa nilai terbaik di angkatannya, sebagai doktor muda di usia 27 tahun dengan IPK 4,00.
Mengubah nasih keluarga menjadi salah satu prinsip utama Laila dalam mengemban pendidikan. Motivasinya, berusaha menjadi lebih baik untuk mengangkat derajat, dan juga martabat orang tua.
Sebagian besar yang berasal dari desa, yang notabene sebagian besar pemuda akan menikah usai lulus SMA. Dia tetap setuju ingin membalikkan keluarga yang dikenal miskin, menjadi sosok yang lebih menarik.
Segala perjuangan memang dimulai oleh Laila dari bawah. Memulai karir awal, dia harus menjadi asisten dosen terlebih dahulu di ITS. Dia sangat berharap bisa menjadi tulang punggung keluarga, terutama bagi adik-adiknya.
Selain bercita-cita menjadi pengajar di kampus ternama, Laila juga berharap bisa segera memberangkatkan ayah dan menjalankan ibadah umroh. Biarlah orang tua menikmati masa depan dengan melihat kesuksesan setiap pertarungan.